Mafia Kursi, Mafia Renovasi, Mafia
lagi….
Polemik
perenovasian ruangan Badan Anggaran DPR menimbulkan banyak pertanyaan
disana-sini. Salah satunya adalah mengapa anggaran perenovasian ruang Badan
Anggaran DPR bisa mencapai Rp 20,3 miliar untuk ruangan seluas 800 meter
persegi sedangkan Mahkamah Agung sanggup merenovasi tiga lantai ruangannya
hanya dengan anggaran Rp 10,24 miliar? Sebuah fakta yang kontradiktif dan
kontroversial.
Jika dipikirkan dengan logika
pasti anggaran renovasi ruangan Badan Anggaran tidak bisa dinalar karena
ruangan yang seluas 800 meter persegi menghabiskan biaya Rp 20,3 miliar. MA
saja dapat merenovasi tiga lantai ruangannya dengan anggaran separuh dari
anggaran Banggar yaitu Rp 10,24 miliar. Dari segi luasnya saja sudah tidak bisa
dinalar. Ruangan yang besar saja biayanya lebih sedikit, kok ruangan yang kecil
menghabiskan anggaran yang lebih besar.
Pasti muncul pertanyaan kok bisa
segitunya? Menurut Surat permintaan dari Banggar DPR yang disampaikan pada Juli
dan Agustus 2011, pihak Banggar DPR meminta agar disediakan ruangan yang lebih
representatif. Tetapi jika dilihat-lihat sepertinya itu bukan ruangan
representatif tetapi lebih mirip ruangan mewah untuk memanjakan para anggota
Banggar DPR. Padahal pembangunan itu dananya darimana? Ya, dari uang rakyat.
Seperti kata pepatah hemat pangkal kaya itu tidak berlaku bagi perenovasian
ruang Banggar DPR ini, lebih tepatnya kalau pepatah itu diganti kaya pangkal
hura-hura karena uang rakyat hanya digunakan untuk hura-hura. Duh, DPR!
Anggaran
renovasi, mafia renovasi kah?
Jika dilihat dalam proses
perenovasian ruangan Banggar ini ada tiga pihak yang terlibat. Pertama, Banggar
sebagai pemakai ruangan yang direnovasi. Kedua, Badan Urusan Rumah Tangga
(BURT) DPR sebagai pihak yang setuju dengan anggaran perenovasian sebesar Rp 24
miliar. Ketiga, Setjen DPR yang mengajukan usulan dan melaksanakan proyek
perenovasian gedung ruangan Banggar DPR. Latar belakangnya adalah ruang Banggar
di Gedung Nusantara II ruangannya selalu terlihat redup, ruangannya terlalu
penuh untuk menampung tamu yang mencapai 100-150 orang, dan lapisan kedap suara
serta sound systemnya tak lagi memadai.
Yang perlu dipertanyakan adalah
apakah pihak-pihak yang menyusun anggaran itu perlu anggaran sebesar itu untuk
memperbaiki hal-hal yang sekiranya tidak memerlukan anggaran yang berlebihan?
Atau mungkin ada sesuatu dibalik penetapan anggaran renovasi sebesar itu?
Mungkin maraknya mafia-mafia juga merembeti anggaran renovasi Banggar ini. Uang
rakyat sebesar Rp 20,3 miliar ini mungkin sudah disalahgunakan atau bahkan
digelapkan untuk menggemukkan dompet para oknum yang terlibat dalam penyusuan
anggaran ini.
Ternyata setelah diadakan
penelusuran yang dilakukan oleh tim Kompas ada sebuah informasi yang sangat
mengagetkan. Konsultan pengawas renovasi Banggar yaitu PT Jagat Rona Semesta
mendapat nilai kontrak Rp 234,390 juta. Namun saat didatangi tim Kompas di
Kompleks Griya Intan tidak ditemukan perusahaan yang ada di komplek itu. Selain
itu penelusuran Kompas tentang harga kursi yang konon katanya harganya Rp 24
juta itu ternyata harga kursi itu paling mahal sekitar Rp 9,1 juta. Mengapa
selisihnya bisa sangat jauh? Apakah ada permainan uang dibalik anggaran
pembelian kursi itu.
Yang lucunya lagi semua pihak DPR
saling lempar tanggungjawab. Padahal kan sudah jelas alur pengajuan sampai
proses pengesahan anggaran proyek itu. Apalagi proses itu sudah berlangsung dan
jadinya ya ruangan baru Banggar DPR yang sangat mewah. Karena kejanggalan
anggaran ini, KPK perlu memeriksa proses penggunaan anggaran renovasi ini
apakah sudah digunakan dengan baik atau belum. Atau jangan-jangan uangnya sudah
masuk ke kantong para pelaksana proyek renovasi ini termasuk para anggota DPR.
Rakyat saja sudah geram dengan jumlah anggaran yang tidak wajar itu maka perlu
diadakan penyelidikan dan ketegasan hukum jika benar terbukti adanya permainan
korupsi pada proyek renovasi gedung Banggar DPR. Salam buat mafia kelas kakap
dari sistem birokrasi Indonesia!!!! hahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar